“Sukses mas acaranya, makasih…”
“Tak cari-cari anda tidak ada, jadi saya pulang duluan, sukses besar acaranya mas…”
“Berapa yang datang mas, ada lebih dari 300 kan? Luar biasa, seru ….”
Masih banyak lagi komentar teman-teman, baik dari kalangan pinisepuh maupun dari mereka yang masih “fresh from the oven”.
Semua komentar itu diterima rata oleh semua panitia, sehingga rasa capek menggelar acara akbar ini jadi tidak etrasa lagi. Yang ada adalah kepuasan yang seperti tidak mau hilang. Langsung saja kita pasang target untuk tahun depan, “Harus Lebih Sukses!”
Ada mas Oni, pendatang baru dalam kepanitiaan yang langsung menunjukkan tajinya. Sungguh beruntung Civeng mempunyai alumni seperti mas Onni ini. Luwes dan enthengan + penuh ide kreatif. Lihat saja blognya, bikin ngakak habis.
Ada juga mas Gema [sekretaris umum] yang terpaksa ninggalin bisnisnya dulu untuk ngurusin acara ini. Selesai acara, beliaunya langsung ambruk, tidak berkutik.
Di bagian keuangan ada mas Yudo yang pusinbg sendiri mikir duit kok gak cukup-cukup. Untung punya sumber utangan tanpa bunga, jadi panitia bisa berjalan.
Duet dari Hutama Karya juga mewarnai kepanitiaan ini, siapa lagi kalau bukan Mas Putut dan mas Gatot. Mereka berdua inilah yang pontang panting dikejar-kejar mas Yudo yang kekurangan duit. Acungan jempol pantas diberikan pada mereka berdua.
Di belakang layar ada dua nama yang terus mendorong poanitia agar tidak gentar menghadapi apapun yang menghaklangi. Mereka adalah pak Eko Prastowo dan Pak BEM.
Pak Putut kalau sedang ditanyain tentang sumber dana, maka salah satu jawabannya adalah “sedang ditelepon pak Eko Prastowo, tenang saja…”
Pak BEM malah lebih parah lagi, justru pak BEM-lah yang nanya pada panitia, “..siapa lagi yang harus kutelepon…?”
“Pak XXX sudah terima proposal belum? Saya telepon sekarang nanti panitia menyusuli surat porposalnya…”
Aku sempat kepikiran, kalau saja nggak ada pak BEM, maka panitia ini mungkin sudah balik kanan mengembalikan mandat kepanitiaan.
Acara reuni akbar ini memang penuh dengan warna khas Pogung. Nekad abiz…!
“Spanduk ini kalau mau dipasang harus ijin dan biayanya lebih mahal daripada harga spanduknya, gimana pak Eko?”
“Pasang saja, nanti saya urus ijinnya kalau sempat. Kalau gak sempat dan kemudian spanduk diambil oleh Satpol PP, maka ikhlaskan saja…!”
Jadilah semua spanduk terpaksa dipasang tanpa ijin dari yang berwajib.
Acara yang sedianya dimulai jam 8.30 ini akhirnya molor juga, padahal sudah wanti-wanti untuk tidak molor, tapi sikon memang belum mengijinkan untuk memulai acara.
Para tamu baru saja berdatangan dan terus berdatangan serta masih asyik ngobrol dengan penuh canda ria, sehingga tidak tega kalau harus diputus untuk mengikuti acara resmi panitia.
Dalam rapat sudah diputuskan untuk segera memulai acara bila tamu yang datang sudah mencapai jumlah angka 100 orang.
Lalu bagaimana kita tahu kalau tamu sudah berjumlah 100 orang?
Kodenya adalah kalau kaos alumni sudah habis berarti sudah 100 orang yang masuk ke ruang Reuni. Ternyata kaos sudah habis, tetapi ruang yang luas membuat tamu terlihat hanya sedikit saja yang datang.
Ketika jumlah tamu sudah menginjak angka 170 orang, berdasar data absen yang ditanda-tangani para tamu, maka dimulailah acara reuni ini.
Dibuka oleh Ketua Panitia, pak Ketupat Oke, maka sambutan ini hanya berlangsung dalam hitungan detik. inilah sambutan tercepat dalam sejarah reuni Civeng.
Sambutan selanjutnya adalah dari Ketua Yatsigama, Kajur Sipil UGM dan dari pimpinan konsultan WGA. Inilah sambutan yang memang dikorbankan untuk tidak didengar.
“Yang mau ngobrol silahkan ngobrol dan yang mau ndengerin silahkan mendengarkan”, begitu kira-kira apa yang ada di pikiran para pembicara di atas panggung.
Di sela-sela sambutan tersebut diadakan acara penyerahan cek senilai 75 juta untuk bantuan Bea Siswa bergulir, sumbangan dari kagama.
Pak B3 mewakili pak Menteri Djoko Kirmanto menyampaikan sambutan berkaitan dengan sumbangan tersebut.
“Ini memang uang Kagama, tetapi karena saya yang kebagian mencari, maka saya tahu persis bahwa sebagian besar uang yang saya kumpulkan adalah dari alumni Sipil UGM, jadi sangat layak kalau disumbangkan lagi ke Teknik Sipil UGM”
Tepuk tanganpun bergemuruh ketika ucapan itu disampaikan.
Setelah selesai acara sambutan, maka situasi makin tidak terkendali, semua asyik ngobrol dengan bahasanya sendiri-sendiri dan dengan angkatan masing-masing. Angkatan 73 yang tadinya memecahkan rekor sebagai peserta terbanyak, ternyata akhirnya harus merelakan mahkotanya untuk angkatan 71.
Dalam suasana yang kacau balau ini, pak Koen dan pak Sis menyumbangkan suara emasnya dan minta sumbangan dana pada para tamu. Lumayan juga hasilnya, 13 juta lebih untuk membayar suara pak Koen dan Pak Sis. Selesai acara penggalangan dana ini, maka suasana sudah tidak terkendali lagi. Semua tamu asyik dan tenggelam dalam kelompok-kelompok kecil dengan suara yang memenuhi ruangan acara.
Disinilah peran penting Mr Onni sebagai eMCe yang langsung merubah susunan acara sehingga suasana bisa kembali teratur dan tetap santai, bahkan sangat dinikmati oleh mereka yang mengikuti acara main angklung bersama ini.
Mas Onni memang mengajukan urutan acara main angklung menjadi di depan ceramah, sehingga acara ceramah “halal bi halal” dilaksanakan setelah acara main angklung.
Sebuah kolaborasi yang apik dari permainan angklung dan ceramah motivasi oleh Pak Parlindungan Marpaung, sehingga semua hadirin terpaku sampai ke titik omongan penghabisan dari sang Motivator.
Acara makan siang yang didahului dengan doa terasa sangat cair dan sangat “gayeng”. Omongan yang tadi sempat tertahan karena terpesona oleh :”sihir” dari angklung dan ceramah sang motivator, sekarang terlampiaskan dalam canda dan lagu.
Sampai ketemu di Reuni yang akan datang.
+++
.
.